PADA JULI KITA BERSEMI


       Kau merekahkan kembali hatiku yang gugur, hadirmu membuat segala sendu sirnah. Hari itu, saat kau mengutarakan rasamu padaku, beribu-ribu pancaran kebahagiaan mengalir dalam darahku. Perkenalan singkat yang menghadirkan benih-benih cinta yang kini menjadi kisah kita. Puisi-puisi rinduku yang dulunya tanpa bertuan kini menemukan tuan dari segala puncak rasa rinduku. Aku menyiratkan rasa pada sajak-sajak sederhanaku, kau kukisahka di dalamnya.
     
       
       Juli adalah bulan yang sangat istimewa bagiku, 02 Juli 2019 tepatnya, ketika Tuhan mempertemukanku denganmu. Aku hanyalah wanita yang biasa-biasa saja, tak berparas cantik dan berkulit putih bersih seperti wanita lain, tetapi di sela-sela kekuranganku kau menutupinya dengan cahaya cintamu. Memoriku memutar kembali tentang pertemuan awal kita. Rumahku yang sederhana menjadi saksi bisu dikala kita bersua. Lucunya kau dan aku tak sempat berjabat tangan, bukan karena gengsi untuk siapa yang memulainya terlebih dahulu, tetapi kita berdua dilanda perasaan malu dan gerogi. Aku memperhatikan dengan detail setiap senyummu, “manis” deruku dalam batin, hehehehe…..
        Mungkin tak ada kesan romantis layaknya sepasang kekasih yang kita ciptakan sore itu, namun hatiku tak bisa membohongi diriku sendiri, betapa berbunga-bunganya aku kala itu. Aku tak letih memandang matamu dan menikmati senyummu yang begitu membiuskanku, ketika kau meneguk secangkir kopi hidanganku, walaupun pada akhirnya kau mengkritik kopi buatanku, katamu “ampasnya kebanyakan,” hahaha. Tawamu terekam dengan jelas dalam memoriku. Sesekali kedua bola mata kita bertemu pada satu titik yang sama, spontan aku langsung memalingkan wajah sebab aku takut kau melihat wajahku yang tiba-tiba merah bagai sroberi. 
       Senja sudah menampakkan dirinya. Pancaran jingganya membias hingga ke jendela rumah tetanggaku, obrolan kita terpaksa harus diakhiri dan kau pun berpamitan kepadaku dan kedua orang tuaku. Kuakui saat itu sendu kembali menggurat dalam diriku, karena itu adalah pertemuan terakhir kita , ke depannya kita hanya berkomunikasi melalui handphone. Jarak yang mengharuskan kita seperti itu demi tuntutan pendidikan.
       25 Juli 2019, kau harus kembali ke Ledalero, Maumere, di sana kau menapaki jalan untuk masa depanmu. Pukul 06:00 Wita, kau menelponku untuk berpamitan, sekaligus alarm bagiku untuk segera bangun. Sekilas hujan mengalir dengan derasnya pada kedua pipiku, menangis tanpa suara agar tidak terdengar oleh orang rumah dan aku di sini kembali berteman dengan rindu. Aku menanti kepulanganmu di Desember, pada penghujung tahun 2019.

#lastika

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN SINGKAT

RESENSI NOVEL TARIAN BUMI

UNTUKMU