FRATER AKU MENCINTAIMU

        Salahkah aku mencintai seorang Frater? Tidak! Toh, aku dan dia mempunyai perasaan yang sama sebagai sepasang kekasih.

        Resah tak pernah berakhir ketika netra sesekali memandang sebuah foto saat ia mengenakan jubah pada galeri ponselku. Kekhawatiran kian bertambah, jikalau nantinya ia membuat sebuah keputusan yang melibatkan panggilannya dalam kehidupan membiara. Aku pun tak pernah ingin mencapuri urusan membiaranya, karena aku yakin suatu hari nanti dengan sendirinya ia akan memberikan sebuah jawaban yang pasti padaku. 

        Jarak menjadi dinding pemisah untuk sebuah temu. Januari 2020 kembali merenggut kebersamaan yang pernah tercipta dikala Desember 2019 mengizinkan waktu untuk aku dan dia bersua. Pelukannya masih terasa, bahkan kecupan dan ciuman manis darinya  masih kunikmati dalam sebuah kenangan indah yang terekam dengan jelas oleh memoriku. Aku menemukan sebuah kenyamanan saat bersama dengan dirinya. Dia adalah laki-laki yang  pertama kali aku perkenalkan kepada kedua orang tuaku sebagai kekasih.

        Melayani Tuhan tidak harus menjadi seorang Imam! Mungkin itu adalah kata-kata penguatan bagi diriku dikala aku sebenarnya tak rela dan tau mau ia akan ditahbiskan nantinya. Tembok biara yang begitu kokoh tak kubiarkan meruntuhkan cinta antara aku dan dia. Ya, aku mencintai seorang calon Imam. Dia adalah salah satu penghuni biara tepatnya di Ledalero, Maumere. Bagiku mencintai seorang Frater bukanlah suatu kesalahan. Aku dan dia telah ditakdirkan Tuhan untuk merajut suatu kisah. Bukankah seorang Frater juga laki-laki normal yang membutuhkan perhatian dari seorang wanita yang spesial di hatinya? Ya, itu benar dan itulah yang terjadi antara aku dan dia.

Frater aku mencintaimu! 

#lastika